Yogyakarta – Program Jogja Istimewa (Jogist) yang diselenggarakan oleh Kantor Pelatihan Budaya dan Bahasa UAJY kembali digelar dalam gelombang kedua pada Sabtu (9/11/2024). Program ini bertujuan untuk mengenalkan kekayaan budaya Yogyakarta kepada mahasiswa baru tahun akademik 2024/2025 dari Fakultas Hukum dan Fakultas Teknobiologi. Antusiasme peserta tampak jelas sejak pagi saat mereka mulai berdatangan ke lokasi yang telah ditentukan, yaitu di lingkungan Keraton Yogyakarta dan Yayasan Siswa Among Beksa.
Kegiatan yang terdiri dari 13 kelas ini dilaksanakan di empat lokasi berbeda, yaitu Kamandungan, Pangurakan, Among Beksa, dan Kasatriyan. Para peserta memulai pembelajaran dengan materi mengenai unggah-ungguh (tata krama), yang dibimbing langsung oleh dosen di masing-masing lokasi. Pemahaman tentang unggah-ungguh ini menjadi landasan penting dalam mempelajari budaya Jawa yang penuh dengan nilai kesopanan dan penghormatan.
Setelah mempelajari unggah-ungguh, mahasiswa melanjutkan dengan praktik langsung sesuai dengan materi di setiap lokasi. Di Pangurakan, peserta mempelajari Karawitan, yang mencakup seni gamelan dan seni suara. Mereka diperkenalkan dengan berbagai instrumen gamelan, cara memainkannya, serta mempelajari tembang-tembang Jawa klasik yang sarat makna.
Di Among Beksa, mahasiswa diperkenalkan dengan Joged Mataram, sebuah falsafah sekaligus ilmu menari yang mengedepankan empat prinsip: nyawiji (konsentrasi), greget (semangat), sengguh (percaya diri), dan ora mingkuh (pantang menyerah). Prinsip-prinsip ini tidak hanya berlaku dalam tarian, tetapi juga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Mahasiswa yang berada di Kamandungan memperoleh kesempatan untuk mempelajari berbagai seni tradisional, seperti Jemparingan (memanah), Tulup, Ketapel, dan Pedalangan. Mereka tidak hanya belajar teknik dasar, tetapi juga filosofi serta nilai-nilai yang terkandung dalam setiap seni tersebut. Sementara itu, di Kasatriyan, peserta diajarkan tentang tata busana tradisional, termasuk seni wiru (melipat kain jarik) dan batik, yang merupakan warisan budaya yang harus terus dilestarikan.
“Saya jujur banyak hal baru yang saya ketahui tentang Jogja hari ini. Saya senang dan tidak menyesal mengikuti Jogist,” kata Chrysno Fambrio Siletty, salah satu peserta. Senada dengan Chrysno, Joe Calvin Zwingly Mirino juga mengungkapkan antusiasmenya, “Saya sangat senang mengikuti kegiatan Jogist hari ini. Selain bisa mendapat teman-teman baru, saya juga bisa belajar tentang karawitan, yang semoga bermanfaat di masa depan.”
Program Jogja Istimewa ini diharapkan dapat membantu mahasiswa baru lebih mengenal dan memahami kekayaan budaya Yogyakarta, kota yang akan menjadi tempat mereka menempuh pendidikan selama kurang lebih empat tahun. Dengan demikian, nilai-nilai budaya Yogyakarta diharapkan dapat terus hidup dan berkembang di kalangan generasi muda.